Apa Itu Pedoman MBG 2025?
Dikutip Ahli Gizi ID Pedoman Final MBG adalah dokumen resmi yang disusun oleh Kementerian Kesehatan RI, bekerja sama dengan berbagai kementerian dan ahli gizi, untuk mengatur standar makanan dan gizi dalam program Makan Bergizi Gratis. Tujuannya sederhana tapi berdampak besar, yakni memberikan makanan bergizi seimbang kepada anak-anak dan kelompok rentan secara gratis dan terstandar.
Pedoman ini menyasar:
Ibu hamil & menyusui
Balita usia 1–5 tahun
Anak PAUD/TK/RA
Siswa SD, SMP, SMA
Santri dari berbagai jenjang
Setiap kelompok mendapatkan menu yang berbeda, disesuaikan dengan kebutuhan gizi masing-masing.1
Isi Menu MBG: Padat Gizi, Bukan Sekadar Kenyang

Ilustrasi contoh menu siswa SMP/MTS sederajat dan Santri
Salah satu poin penting dalam pedoman adalah bahwa menu yang disediakan harus lengkap, sesuai dengan prinsip gizi seimbang, dan memenuhi 20–35% kebutuhan energi harian, tergantung kelompok usia.
Menu MBG wajib mencakup:
Sumber karbohidrat (beras, ubi, jagung, mie)
Protein hewani & nabati (ayam, ikan, telur, tempe, tahu)
Sayuran segar (bayam, wortel, kol, dll)
Buah-buahan lokal (pepaya, pisang, melon)
Sumber lemak sehat (minyak nabati, santan, mentega)
Tidak kalah penting, makanan harus aman dikonsumsi, diolah dengan cara yang higienis, dan sangat direkomendasikan menggunakan bahan pangan lokal.
Standar Gizi MBG 2025: Mutu Tetap Nomor Satu
Contoh standar gizi balita dan siswa PAUD/TK/RA

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan cuma soal kenyang. Pemerintah menetapkan pedoman teknis yang cukup ketat mengenai berapa banyak energi dan zat gizi yang harus ada dalam setiap menu. Standar ini disusun sangat rinci dan tersegmentasi, menyesuaikan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran, mulai dari siswa sekolah, balita, ibu hamil, hingga santri.
Dengan perhitungan yang spesifik berdasarkan usia dan aktivitas, MBG bertujuan tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga mendukung konsentrasi belajar, mencegah anemia, dan memperkuat tumbuh kembang generasi penerus bangsa.
Apa Saja yang Menentukan Kualitas Menu MBG?

Penyusunan menu MBG tidak bisa dilakukan asal-asalan. Pedoman menetapkan siklus menu 20 hari yang memperhitungkan variasi bahan, kemudahan pengolahan, kesesuaian dengan lidah anak, serta estimasi biaya.
Misalnya, dalam 20 hari, telur dan ayam bisa muncul masing-masing 8 kali, sedangkan tahu dan tempe 10 kali. Tujuannya bukan sekadar efisiensi, tapi juga mencegah kejenuhan dan memastikan asupan zat gizi terpenuhi. Komposisi gizi menjadi prioritas utama, tidak harus bergantung pada satu jenis makanan populer, melainkan memastikan semua komponen makro dan mikronutrien tercakup dalam menu harian.
Tidak kalah penting, aspek keamanan pangan juga diatur ketat. Lima prinsip wajib diterapkan di dapur penyedia MBG, mulai dari menjaga kebersihan alat, memasak hingga suhu aman, hingga penggunaan air bersih dan bahan yang layak. Jika diabaikan, program ini justru bisa menimbulkan masalah seperti diare dan keracunan makanan.
Itulah sebabnya tenaga gizi memegang peran sentral dalam MBG. Mereka bukan sekadar pendamping, melainkan fondasi agar program ini benar-benar menjadi intervensi gizi nasional, bukan hanya program sosial.
Peran tenaga gizi dalam program MBG meliputi:
Merancang sekaligus meninjau ulang menu agar sesuai dengan kebutuhan gizi masing-masing kelompok sasaran.
Mengawasi proses penyajian makanan di lokasi.
Memberikan edukasi gizi kepada sasaran dan keluarga atau pendamping mereka.
Mengevaluasi sejauh mana menu diterima oleh sasaran serta mengamati sisa makanan sebagai indikator efektivitas penyajian.
Dengan pelibatan yang optimal, tenaga gizi berperan menjaga kualitas, keamanan, dan keberhasilan jangka panjang program MBG.
Tantangan Implementasi Program MBG 2025: Siapkah Kita?
Program ini ambisius. Tapi di lapangan, tantangannya tidak sedikit:
Ketersediaan dapur umum & logistik
Keterbatasan jumlah tenaga gizi
Perbedaan kondisi antar daerah (3T vs kota)
Potensi penyimpangan dalam pengadaan bahan, Laporan Badan Gizi Nasional (BGN) juga menyoroti beberapa hal krusial, seperti perlunya perluasan jangkauan layanan MBG, pentingnya sinergi lintas sektor, serta keberlanjutan pengawasan mutu makanan, termasuk di masa libur sekolah.3
Oleh karena itu, implementasi pedoman ini harus melibatkan pemerintah daerah, sekolah, puskesmas, dan masyarakat, agar pengawasan lebih merata dan berkelanjutan.
Misalnya, kolaborasi lintas sektor yang dilakukan di Kabupaten Muratara. Kolaborasi ini melibatkan Badan Gizi Nasional (BGN), Dinas Ketahanan Pangan, tokoh masyarakat, dan komunitas lokal, yang menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat mampu memperkuat distribusi dan penerimaan program di lapangan.4
Pedoman Final MBG 2025 bukan sekadar dokumen teknis. Ia adalah fondasi masa depan. Di balik tiap menu yang sehat, ada peluang untuk memutus rantai stunting, meningkatkan konsentrasi belajar, dan menciptakan generasi cerdas.
Sebagai masyarakat, kita bisa ikut serta:
Mengedukasi lingkungan sekitar soal pentingnya makan bergizi
Mendorong pelibatan tenaga gizi
Terlibat aktif dalam pengawasan program
Perubahan besar bisa dimulai dari hal kecil. Yuk, buka mata dan lihat, apakah orang-orang di sekitar kita sudah makan cukup dan bergizi?
(IF)