27.2 C
Jakarta
BerandaInfoRazia Moral Dan Budaya : Ketimpangan Respon Pemerintah NTT Terhadap Isu Kemanusiaan.

Razia Moral Dan Budaya : Ketimpangan Respon Pemerintah NTT Terhadap Isu Kemanusiaan.

PENULIS:

Kevin Sylton Mahe,

DPC PMKRI Cabang Kupang, Masyarakat biasa Maumere Kabupaten Sikka.

Mediaistana. com- NTT, 4/12/2025. Belum lama ini, Provinsi Nusa Tenggara Timur mendapat perhatian besar terkait razia minuman tradisional beralkohol, khususnya moke, di Kabupaten Sikka dalam polemik dan penyelesaian personal and miras ini Pemerintah daerah dan aparat keamanan bertindak cepat dan sigap menanggapi isu ini. Masyarakat menyaksikan bagaimana persoalan moke yang sarat nilai ekonomi dan budaya serta menjadi tradisi turun-temurun dan sumber penghidupan banyak keluarga ditangani dengan serius.

Pemerintah berupaya menegakkan aturan demi menjaga ketertiban dan kesehatan masyarakat tanpa mematikan budaya dan ekonomi mikro masyarakat kecil. Ini menunjukkan bahwa isu ekonomi dan budaya terkait moke mendapat prioritas yang serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan.

Namun di balik respons cepat ini, terdapat persoalan nyata yang berkaitan dengan hak-hak kemanusiaan, yaitu penyandang disabilitas.

Isu kemanusiaan ini masih seperti “moke yang di razia tanpa penyelesaian,” yakni dibiarkan mengambang tanpa solusi yang memadai. Ironisnya, perhatian besar terhadap moke seakan menjadi satu-satunya tolak ukur keseriusan pemerintahan akhir-akhir ini. Padahal, moke hanya salah satu cermin kecil budaya lokal, sementara persoalan disabilitas mencerminkan ketimpangan sistemik yang sudah lama menunggu regulasi dan perlindungan serius.

Saat ini, gejolak masyarakat membuat pemerintah daerah dan para pemangku jabatan di Kabupaten Sikka membuka dialog dan secara sigap berusaha menyelesaikan persoalan yang ada. Penekanan moral dan budaya yang tampak di lapangan memang menunjukkan perlunya perhatian pada isu ekonomi dan budaya moke, namun jangan sampai hal tersebut mengaburkan kearifan moral dalam menyikapi isu disabilitas sebagai bagian kemanusiaan universal.

Di balik kesigapan pemerintah dan masyarakat tersebut, muncul sebuah paradoks yang mengkhawatirkan. Pemerintah tampak lebih cepat menyelesaikan dan menanggapi isu moke, sementara persoalan hak-hak kemanusiaan bagi penyandang disabilitas yang sudah lama menunggu perhatian serius justru terabaikan.

Isu disabilitas yang mencerminkan ketimpangan sosial, hukum dan kebutuhan perlindungan substansial belum mendapat solusi yang memadai, meski telah diatur dalam berbagai regulasi konstitusional. Ketimpangan ini bukan sekadar gagal dalam penegakan hukum, melainkan cermin dari lemahnya keberpihakan moral dan budaya dalam tata kelola pemerintahan Kabupaten Sikka.

Sejumlah akademisi, penulis, aktivis, dan budayawan telah memberikan solusi, termasuk pembentukan Perda khusus guna menangani persoalan moke. Namun realitasnya, sejak tahun 2017, ketika isu kemanusiaan yang dibawa komunitas disabilitas mulai muncul, belum ada Perda khusus yang mengatur perlindungan penyandang disabilitas, kurang adanya atensi masyarakat,aktivis yang mengebut mengenai hal ini apalagi solusi menyelesaikan isu kemanusiaan tersebut.

Pemerintah daerah tampak hanya “menyelesaikan moke yang terlihat,” sedangkan “moke-moke tersembunyi” dalam bentuk ketimpangan sosial dan kerentanan hukum bagi penyandang disabilitas diabaikan. Perlu kita kaji bahwa dalam filosofi hukum dari Gustav Radbruch menegaskan bahwa hukum selain mesti berdasarkan kepastian juga harus berkeadilan dan berkehendak moral, persoalan disabilitas bukan sekadar administratif, melainkan memerlukan keadilan substantif yang mengangkat harkat kemanusiaan dan moral masyarakat.

Hal ini menjadi tantangan banyak pihak,Dan refleksi banyak pihak.
Oleh karena itu, pembentukan Perda perlindungan disabilitas yang koheren dan berorientasi pada keadilan sosial tidak hanya menjadi kebutuhan legalitas, tetapi bentuk pelaksanaan kepastian hukum (legal certainty) seperti yang tuntut oleh konstitusi. Ini bukti bahwa moral dan budaya hak asasi manusia bukan hanya wacana, melainkan harus diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Jangan hanya fokus merazia moke terlihat di depan mata, tapi rawatlah juga nilai kemanusiaan yang tersembunyi dan terlupakan. Permasalahan penyandang disabilitas yang sudah diatur secara konstitusional dan melalui berbagai peraturan, termasuk UU No. 8 Tahun 2016 dan Perda Provinsi NTT No. 6 Tahun 2022, serta Pergub NTT No. 48 Tahun 2024, belum mendapat penanganan serius melalui Perda di Kabupaten Sikka.

Padahal, mereka adalah warga yang rentan dan sangat membutuhkan perlindungan khusus. Jika moke bisa diselesaikan dengan dalih budaya, maka di mana budaya “megu mo’ong” kita dalam konteks kemanusiaan, terutama dalam memperhatikan kaum rentan? Apakah ini masalah ekonomi atau politis yang kurang mendapat perhatian? Namun kita tetap optimis pemerintah mampu menyelesaikan persoalan ini karena secara hukum, semua regulasi konstitusional sudah lengkap, tinggal butuh keseriusan dan sinergi nyata antar lembaga.

Penekanan moral dan budaya dalam hukum harus mengarahkan pemerintah untuk tidak hanya menegakkan legalitas razia moke, tapi juga keadilan substantif bagi semua warga, khususnya golongan rentan. Hukum harus menjadi pilar yang tegas dan peka terhadap situasi sosial budaya masyarakat. Hal ini Sejalan dengan pandangan Montesquieu yang mengingatkan bahwa hukum harus menjadi instrumen penyelenggaraan negara yang adil dan proporsional, penekanan moral dan budaya dalam hukum harus menjadi pedoman pemerintah untuk tidak hanya menegakkan legalitas razia moke, tetapi juga keadilan substantif bagi seluruh warga, terutama golongan rentan.
Hukum mesti hadir sebagai pilar yang tegas, sekaligus peka dan adaptif terhadap konteks sosial budaya masyarakat.

Sudah saatnya pemerintah daerah Kabupaten Sikka menyadari bahwa keberpihakan kepada penyandang disabilitas bukan beban anggaran atau formalitas, melainkan cermin kematangan moral dan budaya dalam tata kelola pemerintahan adil. Pemerintah bisa belajar dari respons cepat dan matang terhadap razia moke, dan meniru langkah ini dalam perlindungan disabilitas melalui pembentukan Perda dan program perlindungan yang nyata.

Selamat memperingati Hari Disabilitias Dunia.

Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
Berita Terkait

MOHON DIBACA SEBELUM MENULIS BERITA

Berikut ini beberapa hal yang perlu dipertimbangkan saat menulis Berita :

- Perhatikan hukum:

Pastikan informasi yang Anda bagikan legal dan tidak mendukung ujaran kebencian, diskriminasi, kekerasan, atau aktivitas berbahaya lainnya.

 

- Hargai privasi:

Jangan bagikan informasi pribadi tentang orang lain tanpa persetujuan mereka. Ini termasuk nama, alamat, nomor telepon, dan detail sensitif lainnya.

 

- Pertimbangkan

dampaknya: Pikirkan tentang bagaimana kata-kata Anda dapat memengaruhi orang lain. Meskipun sesuatu secara teknis legal, itu mungkin menyakitkan atau menyinggung.

 

- Verifikasi informasi:

Sebelum membagikan informasi, terutama berita atau rumor, pastikan itu berasal dari sumber yang dapat dipercaya.

 

- Bertanggung jawab: Bertanggung jawablah atas informasi yang Anda bagikan. Bersiaplah untuk menjelaskan alasan Anda dan bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang mungkin terjadi.

Ingat, membangun komunitas daring yang aman dan saling menghormati adalah tanggung jawab semua orang. Mari kita gunakan kebebasan berekspresi kita dengan bijak!