Banyuasin,mediaistana.com —Aktivitas mobil angkutan batubara yang nekat melintas di Jalan Pasir Putih, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, semakin brutal dan membuat warga setempat geram. Jalan kampung yang sempit dan rapuh dipaksa menanggung beban muatan berlebih (overload) setiap hari, tanpa rasa peduli terhadap keselamatan dan kenyamanan warga.
Menurut keterangan warga, ZM, kejadian ini sudah berlangsung lama dan bukan lagi sekadar pelanggaran kecil. “Terpantau jelas di CCTV, mobil batubara lewat tiap hari. Kami menduga keras ada backing dari oknum aparat pemerintahan yang membiarkan mereka bebas. Kami sudah lapor ke RW, Sekda Banyuasin, Dinas Perhubungan, dan pihak kepolisian, meskipun baru sebatas lisan dan lewat WhatsApp, kami lampirkan bukti-bukti. Tapi faktanya, mereka tetap melintas seolah kebal hukum,” tegas ZM.
ZM juga menambahkan, seharusnya pihak perusahaan batubara berkoordinasi langsung dengan warga yang terkena dampak, bukan hanya dengan pejabat atau pihak tertentu. “Kami minta mereka datang dan duduk bersama warga untuk mencari solusi, tapi tidak pernah ada itikad baik,” tambahnya.
Dari informasi di lapangan, mobil batubara ini diduga membongkar muatan di perusahaan minum Ale Ale, sehingga menjadikan jalan Pasir Putih sebagai jalur pintas demi kepentingan bisnis. Padahal, jalur ini jelas bukan untuk kendaraan berat, apalagi dengan muatan berlebih.
Penggunaan jalan kampung oleh kendaraan tambang batubara jelas menyalahi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang mengubah UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Aturan ini tegas menyatakan bahwa pengangkutan batubara wajib menggunakan jalan khusus (hauling road), bukan jalan umum, kecuali dalam kondisi sangat khusus dan dengan izin resmi yang disertai sosialisasi kepada masyarakat. Jika melanggar, perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif, denda, hingga pidana.
Tujuan aturan ini jelas: melindungi warga dari risiko kecelakaan, kerusakan infrastruktur, polusi debu, hingga kebisingan yang mengancam kenyamanan dan kesehatan.
Pada 24 Juni 2025 lalu, pihak LLAJ Kabupaten Banyuasin disebut telah memanggil perwakilan pabrik Ale Ale dan memberi arahan agar lalu lintas kendaraan batubara diatur sesuai aturan, muatan disesuaikan, dan jalur kampung tidak digunakan. Namun, kenyataan di lapangan membuktikan nihilnya tindakan tegas. Truk-truk batubara masih melintas bebas, menunjukkan lemahnya pengawasan dan dugaan adanya kongkalikong antara pihak perusahaan, sopir, dan oknum aparat.
Aktivis sosial Banyuasin, Sepriyadi Pratama, mengecam keras lemahnya penegakan hukum oleh pemerintah daerah. “Undang-undang sudah sangat jelas melarang penggunaan jalan umum untuk angkutan batubara. Kalau dibiarkan, ini sama saja membiarkan warga jadi korban, keselamatan diabaikan, dan hukum dilecehkan. Ini penghinaan terhadap konstitusi dan rakyat,” ujarnya geram.
Warga mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera turun tangan secara serius, menutup jalur ilegal, menindak tegas oknum yang terlibat, serta menghentikan aktivitas bongkar muat di pabrik Ale Ale yang menjadi sumber masalah.
Jika terus dibiarkan, bukan hanya infrastruktur yang hancur, tetapi juga wibawa hukum, kepercayaan publik, serta keselamatan warga yang dipertaruhkan.
(And)