Mamuju, MEDIAISTANA 15 November 2025 — Aliansi Pemantau Kinerja Aparatur Negara Republik Indonesia (APKAN RI) DPW Sulawesi Barat, menyoroti serius dugaan kehadiran salah satu Anggota Bawaslu RI, Dr.Herwin J Malonda, M.H bersama Anggota atau mantan Ketua Bawaslu Sulbar, Nasrul Muhayyang, dalam sebuah pertemuan di Bukit Safa Mamuju pada dini hari 14 November 2025.
Menurut informasi yang diterima APKAN RI, dalam pertemuan tersebut turut hadir salah seorang Anggota DPRD Kabupaten Mamuju yang juga diduga merupakan Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Mamuju, Andi Abd. Malik. Dugaan pertemuan antara penyelenggara pemilu dengan pengurus partai politik ini dinilai sangat sensitif dan berpotensi melanggar prinsip-prinsip dasar kode etik penyelenggara pemilu.

Sekertaris DPW APKAN RI Sulawesi Barat, Bahtiar Salam, menegaskan bahwa kehadiran Anggota Bawaslu RI Dr.Herwin J Malonda, M.H di Sulawesi Barat diketahui dalam rangka melaksanakan wawancara Tes Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap Syarif Muhayyang, Anggota Bawaslu Kabupaten Mamuju Tengah yang sebelumnya dipecat oleh DKPP karena terbukti melanggar kode etik dalam kasus ijazah palsu Calon Bupati Mamuju Tengah, Haris Halim Sinring, yang telah divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Mamuju.
Pada waktu yang hampir bersamaan, DPC PDIP Kabupaten Mamuju baru saja melaksanakan Konferensi Daerah dan Konferensi Cabang di Pasangkayu pada 12 November 2025. APKAN RI menilai bahwa adanya kedekatan waktu antara agenda internal partai dengan kehadiran pejabat Bawaslu di lokasi dan waktu yang sama patut menjadi perhatian publik, meski motifnya masih belum bisa disimpulkan.
Bahtiar Salam menekankan bahwa kritik APKAN RI fokus pada aspek etik penyelenggara pemilu, bukan pada isu politik internal partai tertentu.
Potensi Pelanggaran Kode Etik Bawaslu
Bahtiar menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta Peraturan Bawaslu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu dengan tegas mengatur tentang kewajiban menjaga netralitas, integritas, dan transparansi.
Dalam Kode Etik Bawaslu, terdapat ketentuan jelas bahwa penyelenggara pemilu dilarang melakukan pertemuan dengan pengurus partai politik di luar konteks resmi, apalagi di luar kantor, kecuali dalam kondisi tertentu yang diatur secara prosedural dan harus transparan.
Bahtiar menegaskan beberapa prinsip yang berpotensi dilanggar:
Prinsip Netralitas: Bawaslu wajib menjaga posisi tanpa keberpihakan terhadap partai politik manapun.
Prinsip Integritas: Setiap tindakan atau pertemuan tidak boleh menimbulkan persepsi konflik kepentingan.
Prinsip Transparansi: Pertemuan dengan pihak berkepentingan harus dilakukan secara terbuka dan mengikuti prosedur yang diatur.
“Pertemuan informal antara penyelenggara pemilu dengan pengurus partai politik, terutama di luar kantor dan pada waktu yang tidak lazim, dapat dianggap sebagai pelanggaran kode etik jika tidak dilakukan secara transparan dan tidak didasarkan pada mekanisme resmi,” tegas Bahtiar.
Bahtiar juga mengingatkan bahwa meskipun Peraturan Bawaslu Nomor 1 Tahun 2020 tidak mencantumkan ancaman pidana untuk pelanggaran etik, namun konsekuensi etik tetap berat dan berjenjang, seperti:
Sanksi Disiplin: Pemotongan tunjangan, penurunan jabatan, hingga pemberhentian tidak dengan hormat.
“Sebagai lembaga pengawas pemilu, Bawaslu seharusnya menjadi contoh integritas tertinggi. Bila benar terjadi pertemuan tanpa dasar yang jelas dengan pengurus partai, maka publik berhak mempertanyakan netralitasnya,” tutup Bahtiar Salam.
(Ansar)