Diduga alami Kekerasan Seksual, Wanita dengan keterbatasan mental di Banyumas Laporkan Tetangga ke Polisi
BANYUMAS-Mediaistana.com
Seorang wanita dengan keterbelakangan mental, berinisial ADA (24), anak pasangan DRYT VS SPRYN, warga RT.003 RW.006, Desa Cindaga, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, diduga telah menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual, yang dilakukan oleh
SR (sekitar 70 tahun), yang merupakan tetangganya, sehingga berujung dengan dilakukanya Laporan Pengaduan oleh ibu kandung korban kepada aparat Penegak Hukum.
Laporanya tersebut dilakukan secara tertulis dan diterima oleh Kepolisian Resort Kota Banyumas pada Selasa, 19 Maret 2025.
Dalam uraian singkat kejadian yang tercatat di Surat Tanda Penerimaan Laporan Pengaduan, peristiwa dugaan kekerasan seksual tersebut terjadi pada hari Minggu, 16 Maret 2025, sekitar pukul 13.00 WIB, dengan tempat kejadian perkara di dalam rumah TLS, warga RT.001 RW.008, Desa Cindaga, Kebasen.
Menurut keterangan pelapor, mencuatnya perkara ini, dipicu akibat Pelapor yang merasa tidak terima, pasca mendapat informasi dari TLS yang mendatangi rumahnya dan memberitahu bahwa ketika ASA bermain di rumahnya bersama cucunya (LILU), dipaksa untuk memegang alat kelamin Terlapor.
Selain itu, terduga pelaku juga memaksa memegang vagina, meremas payudara, serta mencium bibir korban, menyusul adanya ancaman agar jangan sampai memberitahukan kejadian itu kepada siapapun yang membuat korban merasa ketakutan.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Polresta Banyumas melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), Nomor : SP2HP/615/IV/RES.1.24/Satreskrim Polresta Banyumas, tertanggal 03 April 2025, memberitahukan kepada pelapor bahwa perkara tersebut telah diterima dan akan dilakukan penyelidikan.
SP2HP tersebut juga menerangkan jika dalam penanganan perkara tersebut, Polresta Banyumas telah menunjuk IPTU SIGIT HARMOKO, S.H. sebagai penyidik/Kanit VI dan BRIPKA DEDI KURNIAWAN, S.H. sebagai penyidik pembantu untuk menangani perkara ini.
Untuk itu, tatkala Pelapor membutuhkan keterangan atau informasi berkaitan dengan Perkembangan Penyelidikan perkara tersebut, dapat menghubungi keduanya atau bertemu langsung di Kantor Unit VI Satreskrim Polresta Banyumas.
Melaluhi SP2HP itu juga ditegaskan bahwa Penyelidikan dilakukan berdasarkan sejumlah rujukan, termasuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Laporan Pengaduan Tertulis a/n DRYT, tanggal 19 maret 2024 dan Laporan Informasi Nomor : R/LI/589/IV/RES.1.24/2025/Satreskrim/Polresta Banyumas/Polda Jawa Tengah, tanggal 03 April 2025, serta Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP.Lidik/827/IV/RES.1.24/2025/Satreskrim Polresta Banyumas, tanggal 03 april 2025.
Atas peristiwa tersebut, publik berharap agar pihak kepolisian memberikan perhatian serius dengan terus mendalami kasus dugaan kekerasan seksual terhadap perempuan dengan keterbatasan mental ini dan sekaligus memastikan bahwa proses hukum berjalan secara Normatif, terutama dalam konteks perlindungan terhadap korban, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)
Namun karena sampai sekarang perkara tersebut belum ada perkembangan, sehingga beragam prediksi minor publik mengemuka ditengah penantian atas perkembangan dan ujung penyelesaian perkara.
Menanggapi hal tersebut, tatkala dikonfirmasi dikediamanya, DRYT yang didampingi SPRYT (suami) berikut anaknya (korban), menegaskan jika dirinya meyakini, meski terlambat, namun kebenaran dan keadilan pasti akan muncul (jumat, 24/10/2025).
“Kami selaku keluarga korban, sampai kapanpun akan tetap dan terus berusaha untuk menuntut keadilan, meski berbagai cobaan selalu datang silih berganti”.
Diakuinya, memang dirinya merupakan orang yang bodoh dan tidak mampu secara ekonomi, namun bukan berarti akan pasrah dan diam begitu saja tatkala harga diri dan kehormatan anaknya di injak-injak.
DRYT juga menegaskan, jika keadilan sejati dan hukum tidak akan tunduk dan terpaksa harus berlulut kepada orang yang bersalah, terlebih terduga pelaku merupakan sesepuh, yang mestinya bisa menjadi panutan dan tuntunan.
Makanya selain dirinya, publik-pun merasa geram dan jijik atas perilakunya, sehingga selain mengutuk perbuatanya, sekaligus berharap agar pelaku dikenakan sangsi yang seberat-beratnya (suliyo)