Mediaistana.com | Jakarta — Dibalik lampu warna-warni dan ruang karaoke kedap suara, dugaan praktik gelap di sebuah jaringan hiburan bernama Wijaya Group Entertainment kembali menyeruak ke permukaan. Beroperasi selama delapan tahun dan memiliki sejumlah cabang di Jakarta Barat, salah satu lokasi yang kini menjadi sorotan tajam publik adalah Wijaya Karaoke Taman Ratu, Duri Kepa, Kebon Jeruk. (20/11/2025)
Hasil penelusuran lapangan yang dilakukan tim kami mengungkap indikasi aktivitas ilegal yang cukup sistematis di ruang-ruang karaoke yang seharusnya hanya digunakan sebagai tempat hiburan keluarga.
Di Balik Pintu Ruang Karaoke: Tarif Prostitusi Diatur, LC Dijajakan Per Jam
Seorang narasumber yang pernah masuk ke dalam salah satu room karaoke memberikan kesaksian yang memperkuat dugaan tersebut. Ia mengaku ditawarkan pemandu lagu (LC) dengan tarif Rp100.000 per jam.
Namun yang lebih mengejutkan, narasumber ini mengungkapkan bahwa LC dapat langsung di-booking untuk kegiatan prostitusi dengan tarif Rp350.000 per sekali transaksi–semuanya dilakukan secara terselubung namun terstruktur.
“Mereka menawarkan secara langsung. Tarifnya sudah jelas. Bahkan ada kode tertentu dari karyawan,” ungkap narasumber tersebut.
Selain praktik transaksi layanan seksual, tempat ini juga diduga menjual minuman beralkohol ilegal dengan kadar di atas 15%. Alkohol tersebut tidak memiliki label resmi dan tidak tercatat dalam izin usaha karaoke yang mereka miliki.
Warga Sekitar: ‘Setiap Malam Ramai, Tapi Ada yang Aneh’
Penelusuran kami ke sejumlah warga sekitar menunjukkan keresahan yang sudah berlangsung lama. Aktivitas pengunjung yang keluar-masuk hingga dini hari, suara gaduh, serta perputaran kendaraan diduga menjadi tanda adanya praktik usaha yang tidak wajar.
Seorang tokoh pemuda setempat mengatakan bahwa dampak keberadaan karaoke tersebut sudah sangat terasa.
“Ini bukan tempat karaoke biasa. Anak-anak muda bisa keluar masuk bebas, ada minuman, dan kami mendengar ada praktik prostitusi. Ini merusak lingkungan,” ujarnya.
Warga mengaku sudah berulang kali menyampaikan keluhan, namun penindakan dinilai hanya seperti formalitas.
Sidak Hanya Formalitas? Warga Pertanyakan Keseriusan Aparat
Tuntutan dari warga Duri Kepa sangat jelas: instansi terkait seperti Dinas Pariwisata, Satpol PP, hingga aparat kepolisian harus bertindak nyata dan tidak sekadar sweeping yang dilakukan di jam-jam yang tidak menunjukkan aktivitas mencurigakan.
Warga bahkan menilai ada ketidakberesan dalam pola pengawasan.
“Kalau sidaknya hanya sore atau jam siang, ya tidak bakal ketahuan. Kami curiga ada permainan atau setoran sehingga tempat seperti ini bisa bebas beroperasi,” ujar seorang warga lainnya yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Aturan Sudah Ada, Tapi Penindakan Tak Sejalan
Ironisnya, aturan yang mengatur usaha hiburan di Jakarta cukup jelas dan ketat.
Beberapa payung hukum yang seharusnya menjadi landasan penindakan antara lain:
Perda DKI Jakarta No. 4/2015 tentang Usaha Hiburan
Pergub No. 195/2016 tentang Penataan dan Pengawasan Usaha Hiburan
Pasal 303 KUHP tentang minuman keras ilegal
UU Pornografi No. 44/2008, Pasal 30 junto Pasal 4 ayat (2) huruf d, yang mengatur larangan prostitusi dengan ancaman 6 bulan hingga 6 tahun penjara serta denda hingga Rp3 miliar
Dengan dugaan kuat adanya transaksi prostitusi serta penjualan alkohol ilegal, karaoke ini seharusnya dapat langsung dikenai sanksi administratif hingga pidana.
Namun di lapangan, penegakan hukum dinilai berjalan lambat—bahkan mandek.
Operasi Penertiban: Ada di Atas Kertas, Tak Terlihat di Lapangan
Meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengklaim telah melakukan berbagai operasi penertiban, kenyataannya berdasarkan pantauan warga, karaoke-karaoke dengan dugaan praktik ilegal justru semakin menjamur dan tetap beroperasi tanpa hambatan.
Kondisi ini memicu tanda tanya besar di kalangan warga.
Apakah ada pihak yang sengaja melindungi?
Mengapa tempat yang diduga melanggar aturan tetap tidak tersentuh?
Warga juga memperingatkan bahwa praktik prostitusi yang dibiarkan dapat berpotensi menjadi media penyebaran penyakit menular seperti HIV/AIDS.
Kesimpulan: Warga Menyerukan Penindakan Nyata, Bukan Sekadar Janji
Warga Duri Kepa menegaskan bahwa mereka tidak menolak usaha hiburan, tetapi menolak keras praktik ilegal yang mengancam moral, keamanan, dan kesehatan publik.
Kini bola panas ada di tangan aparat dan pemerintah daerah. Warga menunggu langkah tegas, bukan sekadar retorika atau sidak seremonial.
“Kami tidak ingin lingkungan kami dijadikan sarang prostitusi. Kami minta aparat turun tangan, bukan jadi penonton,” tutup salah satu tokoh lingkungan.
(red/tim)