Statetment Michael Edi Hariyanto Berbuntut Panjang, Ketua LPLH-TN Banyuwangi Minta tetap Fokus, Tak ada Alasan ingkari UU.
Ketua Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Tapal Kuda Nusantara (LPLH-TN) DPC Banyuwangi, Rofiq Azmi meminta kejelasan lebih lanjut terkait statetment Michael Edi Hariyanto dalam acara salah satu televisi daerah yang disiarkan langsung melalui kanal Youtube nya per tanggal 16 April lalu.
Menurut Rofiq, dalam siaran tersebut Michael Edi Hariyanto dengan jelas dan sadar mengakui bahwa kubangan besar bekas tambang galian C itu miliknya dan akan dimanfaatkan menjadi sebuah Embung penampung air. “Hal ini perlu diketahui Masyarakat Banyuwangi, persoalan antara Michael dengan IWB dan Pasopati saat ini merupakan respon sebuah kegiatan yang dikerjakan jauh sebelum Pak Michael menjadi anggota dewan dan bahkan mungkin belum menjadi anggota partai politik.
Jadi menurut saya dalam hal ini tidak ada urgensi bagi yang bersangkutan mengatasnama kan kepentingan daerah apalagi hingga menggiring opini menghambat investasi daerah ya, itu yang pertama,” tutur Rofiq.
Pegiat lingkungan asal Gambiran itu turut mempertanyakan izin perencanaan Embung tersebut. “Yang kedua, tentu saja kita bertanya apakah dalam perencanaan pasca kegiatan galian c itu berbunyi reklamasi dimanfaatkan sebagai embung?
Selanjutnya, bagaimana alih fungsi dari tanah persawahan lantas dijadikan program Embung itu sendiri, apakah sudah masuk dalam Perda tentang RTRW Kab.Banyuwungi?
Konon dulu sempat viral dan Hal ini menjadi penting mengingat pernah terjadi adanya peristiwa korban meninggal dunia tenggelam dalam kubangan besar tersebut, namun peristiwa yang sama juga diakibatkan oleh kubangan bekas galian di beberapa tempat lain, yang juga telah menelan korban jiwa, jadi bukan hanya terjadi diakibatkan kubangan bekas galian dilokasi itu saja, yang telah menjadi pemantik perseteruan mereka, dan kubangan kubangan yang ditinggalkan menjadi tanggung jawab Pemulihan oleh para pelaku, jadi tidak ada alasan untuk dihindari,”Katanya tegas.
Tak berhenti disitu, Rofiq turut mempertanyakan kontribusi kegiatan tersebut terhadap PAD Banyuwangi. “Selanjutnya, jika hal itu dinilai legal, maka kepada siapa pajak itu dibayarkan ? Sekali lagi, hal ini menjadi barometer penegakan hukum diBanyuwangi dan sangat penting untuk diusut tuntas. Seandainya kegiatan tersebut tidak ada berizin, maka apa dasarnya bagi daerah untuk dapat menerima pajak dari penjualan galian C itu ? Apakah hal itu berlaku sama bagi seluruh penambang yang tidak berizin?. Yaitu tetap dikenakan pajak atau retribusi meski bodong ? Dan jikalau pembayaran pajak galian C tidak masuk APBD, apakah itu berarti tindak pidana korupsi bagi orang yang telah menerima uang itu sekaligus dengan sengaja melawan hukum, melakukan pengrusakan lingkungan?,”cecarnya.