MediaIstana.com – Di tengah era digital yang kian pesat, kehadiran portal media online seharusnya menjadi mitra strategis bagi pemerintah daerah dalam menyampaikan informasi, mengedukasi publik, dan membangun citra daerah secara transparan. Namun, kenyataannya, masih banyak pemerintah daerah yang belum memberikan penilaian layak terhadap peran media daring.
Fenomena ini menjadi pertanyaan besar: Mengapa sebagian pemerintah daerah masih memandang sebelah mata media online?
Antara Kurangnya Pemahaman dan Kepentingan Tertentu, Banyak pihak menduga bahwa rendahnya apresiasi ini bersumber dari dua hal utama: kurangnya literasi digital dan kepentingan politis yang belum ingin terbuka.
Beberapa oknum pejabat masih menganggap media online tidak sekuat media cetak atau TV dalam menjangkau audiens. Padahal, menurut data We Are Social (2024), lebih dari 78% masyarakat Indonesia mengakses berita melalui platform digital—angka yang jauh melampaui media konvensional.
Di sisi lain, media online yang kritis dan cepat sering kali dianggap “berbahaya” bagi pihak-pihak yang enggan dikritik atau diawasi secara terbuka. Ini memunculkan kecenderungan memilih media yang bisa “diatur”, bukan media yang independen.
Praktik Diskriminatif: Proyek Publikasi yang Tidak Merata Dalam praktiknya, banyak proyek kehumasan atau kerja sama publikasi hanya diberikan pada media yang “dekat” secara personal maupun politis. Media independen, meski memiliki kualitas liputan dan jangkauan yang tinggi, justru sering diabaikan atau bahkan dikesampingkan.
Tak jarang pula, media online lokal yang selama ini konsisten memberitakan kegiatan dan kebijakan pemerintah, justru tidak dilibatkan dalam momen penting seperti konferensi pers, peluncuran program, maupun kegiatan strategis lainnya.
Perlu Regulasi dan Standar Penilaian yang Adil, Sudah saatnya pemerintah daerah membuat standar kerja sama media berdasarkan kualitas dan dampak pemberitaan, bukan karena relasi personal, kedekatan emosional, apalagi karena keengganan dikritik.
Kementerian Kominfo dan Dewan Pers dapat mengambil peran strategis dengan mengeluarkan pedoman teknis tentang kerja sama media digital, termasuk penilaian berbasis trafik, interaksi, dan kredibilitas redaksi.
Media Online Butuh Pengakuan, Bukan Sekadar Undangan, Mengundang media hanya saat butuh eksposur bukanlah bentuk kemitraan sejati. Pengakuan terhadap media online bukan sekadar soal undangan liputan, tapi juga soal keadilan dalam akses informasi dan kerja sama profesional.
Jika pemerintah daerah ingin transparan dan dipercaya, maka mereka harus bersinergi dengan media yang kritis, cepat, dan berbasis data—yang tak lain adalah karakteristik utama media online.
Bangun Kolaborasi, Bukan Eksklusivitas Era digital menuntut pemerintah untuk lebih terbuka dan adaptif. Media online bukan musuh yang harus dihindari, melainkan mitra publik yang harus dirangkul. Ketika jurnalisme yang sehat diabaikan, yang tumbuh bukanlah kepercayaan, melainkan kecurigaan.
(*)