Mediaistana.com
Rengat, 04 Oktober 2025 Banding Ditolak, Guru Menna Munthe Dihukum atas Pencemaran Nama Baik, Putusan Pengadilan Tinggi Riau menguatkan vonis pidana 2 bulan penjara. Pihak Korban Roslinda Br Tampubolon lega.
Perjalanan panjang kasus pencemaran nama baik yang menyeret nama Menna Munthe binti N. Munthe (57), seorang guru asal Desa Air Putih, Kecamatan Lubuk Batu Jaya, akhirnya mencapai babak putusan banding. Setelah melalui proses hukum yang berliku selama kurang lebih tiga tahun, Menna kembali dinyatakan kalah di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Riau.
Awalnya, Pengadilan Negeri (PN) Rengat menjatuhkan vonis pidana 2 bulan penjara terhadap Menna Munthe karena terbukti melanggar Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik. Merasa putusan tersebut tidak adil, Menna mengajukan upaya banding.
Kemenangan Korban Dikuatkan Pengadilan Tinggi
Upaya banding yang diajukan Menna tersebut kandas. Pengadilan Tinggi Riau menolak permohonan banding dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Rengat.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi yang diketuai Lia Herawati, S.H., M.H., dengan hakim anggota Samuel Pebrianto Marpaung, S.H. dan Aditya Nugraha, S.H., menetapkan Menna tetap terbukti sah dan meyakinkan bersalah. Ia dijatuhi hukuman 2 bulan penjara, dibebankan membayar biaya perkara sebesar Rp2 juta rupiah, serta memerintahkan barang bukti berupa 1 unit handphone dikembalikan kepada saksi korban, Roslinda Br Tampubolon alias Opung Pantur Boru.
Vonis ini memberikan kelegaan bagi pihak korban, Roslinda Tampubolon. “Akhirnya nama baik saya kembali seperti semula. Keadilan ini membuat saya lega, setelah sekian lama menghadapi tuduhan dan tekanan,” ujar Roslinda.
Penasihat Hukum Korban: Putusan 2 Bulan Penjara Terbayar
Nila Hermawati, S.H., selaku Penasihat Hukum yang mendampingi Roslinda Tampubolon (Korban), menyambut baik putusan PT Riau.
“Perjalanan kasus ini sudah berjalan 3 tahun, dan keputusan di tingkat Pengadilan Tinggi telah membayarnya dengan vonis 2 bulan penjara. Namun, karena ini adalah putusan di tingkat Banding, pengacara Menna Munthe masih memiliki waktu 14 hari untuk mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Jika upaya itu dilakukan, Menna Munthe belum akan menjalani hukuman badan,” jelas Nila Hermawati.
Sorotan Pakar Hukum: Risiko Kriminalisasi Warga Biasa
Kasus ini kembali menimbulkan perdebatan tentang lenturnya penerapan pasal pencemaran nama baik, yang dinilai rawan berujung pada kriminalisasi warga biasa.
Menurut Dr. Rudi Saputra, S.H., M.H., dosen hukum pidana Universitas Riau, penerapan pasal pencemaran nama baik harus sangat hati-hati. “Pasal ini rawan digunakan untuk mengkriminalisasi warga biasa. Jika tidak ada pemisahan yang jelas antara kritik, opini, dan fitnah, maka yang muncul adalah rasa takut masyarakat untuk berbicara,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Yuli Andini, aktivis hukum di Pekanbaru. “Kemenangan korban memang memberi keadilan. Namun, Negara perlu mengevaluasi aturan pencemaran nama baik agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang lebih kuat secara politik maupun ekonomi,” ujarnya.
Opini Editorial: Hukum Harus Konsisten, Jangan Tajam ke Bawah Saja
Redaksi menilai kasus Menna Munthe dan Roslinda adalah gambaran nyata bagaimana masyarakat kecil harus berjuang keras demi mendapatkan keadilan. Meskipun akhirnya korban Roslinda menang, proses panjang ini menunjukkan masih lemahnya konsistensi hukum di negeri ini.
Perkara pencemaran nama baik memang penting untuk melindungi kehormatan seseorang. Namun, pengadilan dituntut menjaga marwah hukum agar tidak lagi dicap tajam ke bawah, tumpul ke atas. Sebab keadilan sejati hanya bisa terwujud jika hukum benar-benar tegak tanpa pandang bulu.