Dua kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan miliaran rupiah dana APBD di Kutai Timur (Kutim) dan Kutai Kartanegara (Kukar) ditangani oleh Polda Kaltim dan Kejaksaan Negeri Tenggarong, sabtu(05/12/2025).
Total kerugian negara dari kedua skandal ini diperkirakan mencapai sekitar Rp12,8 miliar, melibatkan proyek strategis di sektor pertanian, yaitu pengadaan Rice Processing Unit (RPU) dan pembangunan pabrik jahe.
Skandal RPU Kutim: Rp10,8 Miliar Raib, Libatkan PPK dan Kontraktor
Kasus korupsi yang disidik oleh Polda Kaltim ini menargetkan pengadaan Rice Processing Unit (RPU) di Dinas Ketahanan Pangan Kutim pada Tahun Anggaran 2024. Proyek yang bernilai total Rp24,9 miliar ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai angka fantastis Rp10,8 miliar.
Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka: DJ (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK), BR (Penyedia/Kontraktor), dan GB.
Tersangka melakukan modus operandi dengan cara diduga bersekongkol merekayasa proses pengadaan. Hal ini mencakup pengadaan yang diarahkan melalui e-katalog, penyusunan dokumen tanpa survei lapangan, hingga serah terima proyek 100% meskipun mesin RPU yang dikirim tidak sesuai spesifikasi (tidak memenuhi SNI dan tidak berfungsi normal).
Polda Kaltim berhasil menyita uang barang bukti sekitar Rp7 miliar. Penyidikan masih berjalan, dan potensi tersangka baru sangat terbuka. Di sisi lain, Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, memilih untuk enggan berkomentar mengenai kasus ini.
Secara bersamaan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Kartanegara (Kukar) menindak kasus korupsi pada proyek pembangunan Factory Sharing Jahe di Desa Jonggon Jaya. Kasus ini menyebabkan kerugian negara dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp2,02 miliar.
Kejari Kukar menetapkan pelaku korupsi dan menahan empat tersangka pada 4 Desember 2025: ENS (Pegawai Dinas Koperasi dan UKM Kukar/PPK), S (Komisaris CV Prada Etam Jaya), EH (Project Manager), dan AMA (Direktur Perusahaan).
Para tersangka ditahan di Rutan Kelas IIA Samarinda selama 20 hari untuk mempercepat proses penyidikan. Mereka dijerat Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 3 UU Tipikor, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Kejari Kukar memprioritaskan kasus ini karena menyangkut langsung kepentingan masyarakat desa dan sektor pertanian.
Perkembngan penyidikan terus didalami, dan Kejari Kukar tidak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan jika ditemukan fakta baru.
Penegasan dari aparat hukum menunjukkan bahwa kasus-kasus yang berdampak pada hajat hidup orang banyak—seperti sektor pertanian—menjadi fokus utama pemberantasan korupsi di wilayah Kalimantan Timur.
Aroel Mandang