Makassar — Perahu tradisional Sandeq milik Suku Mandar, kembali mengukir sejarah. Kali ini, Sandeq Paropong, yang telah dimodifikasi secara ilmiah dan tetap mempertahankan nilai tradisionalnya, resmi diberangkatkan dalam Ekspedisi Pelayaran Akademis III (EPA III) oleh Korps Pencinta Alam (Korpala) Universitas Hasanuddin, Minggu (3/8) dari Pantai Jalaria, Lantamal VI Makassar.
Dengan mengusung tema “Menelusuri Jejak Persebaran Pengembara Laut,” ekspedisi ini akan menempuh rute lintas-negara: Indonesia, Singapura, Malaysia, hingga Thailand, selama lebih dari 60 hari pelayaran.
Lambang Kejayaan Maritim Nusantara
Sandeq, yang berarti “tajam” dalam bahasa Mandar, merupakan lambang ketangguhan dan kecepatan. Dikenal sebagai perahu tercepat di kelas layar tradisional tanpa mesin, Sandeq telah menjadi simbol maritim masyarakat pesisir Sulawesi Barat sejak abad lampau.
“Perahu ini bukan sekadar alat transportasi, tapi juga identitas dan kebanggaan budaya Mandar. Dulu digunakan untuk melaut hingga Filipina dan Malaysia, kini kembali membuktikan kejayaannya lewat ekspedisi ilmiah ini,” ujar Prof. Jamaluddin Jompa, Rektor Unhas.
Teknologi Lokal Bernilai Global
Dibangun secara tradisional tanpa paku, Sandeq Paropong yang digunakan Korpala dimodifikasi untuk menyesuaikan kebutuhan ekspedisi, termasuk penyimpanan logistik, instrumen riset, dan sistem keselamatan. Meski tanpa mesin, perahu ini mengandalkan kecepatan angin dan kelincahan layar.
“Ini bukan sekadar ekspedisi, tetapi juga pernyataan bahwa teknologi lokal kita masih relevan dan unggul,” ungkap Agam Rinjani, alumni Korpala Unhas yang hadir dalam pelepasan.
Kebanggaan Warga Mandar di Perantauan
Kebanggaan atas pelayaran ini juga disampaikan oleh Fitro Musfar Plt Ketua Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat (KKMSB) BPC Luwu Timur. Melalui pernyataan resminya, KKMSB menyampaikan apresiasi dan rasa bangga terhadap Korpala Unhas yang mengangkat dan memperkenalkan kembali warisan budaya Mandar di kancah internasional.
“Ini bukan sekadar pelayaran, melainkan bentuk nyata pelestarian warisan budaya dan jati diri orang Mandar. Kami dari KKMSB Luwu Timur merasa bangga dan mendukung penuh langkah inspiratif ini,” ujar Fitro Musfar.
Pelayaran yang Penuh Arti
Tim ekspedisi terdiri dari 9 mahasiswa terpilih Korpala Unhas. Selama pelayaran, mereka akan melakukan kajian ilmiah, mendokumentasikan interaksi budaya pesisir, dan menyebarkan pesan pelestarian laut serta perubahan iklim.
“Kami membawa semangat leluhur yang berlayar melampaui cakrawala. Kami ingin membuktikan bahwa generasi muda bisa menjembatani masa lalu dan masa depan melalui jalur laut,” kata Muh. Ardiansyah, ketua tim ekspedisi.
Selamat Berlayar, Penjelajah Samudra!
Seluruh civitas akademika Unhas dan masyarakat Sulawesi Selatan mendoakan keselamatan dan keberhasilan tim EPA III. Warisan budaya kita kembali menorehkan sejarah di laut lepas. (DRW)