34 C
Jakarta
BerandaHUKUMTantangan dan aspek Hukum kebijakan di Indonesia dan Menyikapinya.

Tantangan dan aspek Hukum kebijakan di Indonesia dan Menyikapinya.

Tantangan Hukum dan Strategi Kebijakan Indonesia Menyongsong Era EUDR: Harmonisasi Kepentingan Nasional dan Komitmen Global dalam Menghadapi Penolakan Ekspor CPO ke Uni Eropa

Oleh: Wahyu Fahmi Rizaldy, S. H., M.H.

W.H.Bandung, 15 September 2025- Momen 2025 menandai babak baru dalam dinamika perdagangan komoditas kelapa sawit global, ketika regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) mulai berlaku secara efektif. Regulasi yang dirancang untuk memutus mata rantai deforestasi dan degradasi ekosistem di balik ekspor produk pertanian, termasuk crude palm oil (CPO), telah memicu ketegangan dan krisis kepercayaan di kalangan pemangku kepentingan global, terutama di negara-negara produsen sawit seperti Indonesia. Dalam konteks ini, kajian yang dibawakan oleh Wahyu Fahmi Rizaldy, dosen hukum Universitas Teknologi Surabaya, pada Konferensi Nasional “Hukum dalam Pendedahan Pilar Indonesia Emas di Tengah Tantangan Nasional dan Global”, di Universitas Katolik Parahyangan, menjadi relevan secara akademik maupun politik praktis. Kajian tersebut tidak sekadar menyoroti adanya penolakan ekspor CPO Uni Eropa terhadap produk Indonesia, tetapi mengungkap lebih dalam: bahwa di balik kebijakan EUDR tergambarkan konflik struktural antara kepentingan nasional yang berbasis pada kesejahteraan petani kecil dan industri domestik, dengan komitmen global terhadap pelestarian lingkungan yang semakin krusial. Sebagai negara produsen CPO terbesar dunia, Indonesia menghadapi tekanan ganda: dari satu sisi, ketergantungan ekonomi yang besar terhadap ekspor sawit—yang menyumbang lebih dari Rp340 triliun per tahun dan menjadi sumber penghidupan jutaan petani—dan dari sisi lain, kewajiban regulasi yang mewajibkan transparansi, akuntabilitas, dan jaminan keberlanjutan seluruh rantai pasok.

Dalam menghadapi tantangan ini, Indonesia tidak boleh hanya terjebak dalam narasi protes atau perlawanan emosional terhadap regulasi yang dianggap diskriminatif. Sebaliknya, strategi hukum yang komprehensif harus berfokus pada harmonisasi kepentingan nasional dan komitmen global melalui pendekatan yang berbasis pada kepatuhan hukum, ketahanan institusi, serta penguatan sistem sertifikasi yang diakui secara internasional. Kunci strategi terletak pada peningkatan pengawasan, transformasi institusi, dan konsistensi kebijakan yang dijalankan secara menyeluruh. Dalam hal ini, dua sistem sertifikasi—Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)—berperan sebagai aset strategis yang harus diperkuat secara hukum dan operasional. Pernyataan dari Gapki bahwa pemerintah akan memastikan kepada Uni Eropa bahwa Indonesia mengekspor CPO yang bersertifikat keberlanjutan merupakan bentuk komitmen politik yang perlu segera diterjemahkan ke dalam mekanisme hukum yang tegas dan terukur. Upaya seperti pengakuan RSPO di Belanda sebagai sistem kontrol swasta yang dapat memenuhi “pengawasan yang dimodifikasi” oleh otoritas NVWA menjadi cerminan bahwa keberlanjutan tidak harus bersifat absolut, tetapi bisa dikembangkan melalui kerangka kerja sama dan transparansi lintas batas.

Namun, keberhasilan harmonisasi ini bukan semata urusan keberadaan sertifikasi, melainkan juga pada kualitas dan keaslian data yang mendukungnya. EUDR mewajibkan perusahaan untuk menyediakan bukti yang dapat diverifikasi bahwa produk mereka tidak berasal dari kawasan yang telah mengalami deforestasi setelah Desember 2020, termasuk dalam rantai pasokan yang kompleks. Untuk itu, diperlukan reformasi sistem perizinan lahan, penguatan database pertanaman sawit berbasis GIS (Geographic Information System), serta integrasi data antara Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, dan institusi pengawas seperti BPDPKS. Keberadaan program Sistem Informasi Keberlanjutan Kelapa Sawit (SIKSA-W) sebagai bagian dari ISPO harus segera ditingkatkan kualitasnya agar mampu menjadi dasar hukum yang kuat dalam proses penilaian dan sertifikasi.

Lebih jauh lagi, harmonisasi kepentingan membutuhkan pendekatan hukum adaptif dan kebijakan inklusif. Ketidaksetaraan antara petani besar dengan petani kecil menjadi ancaman serius jika kebijakan hanya terfokus pada pemenuhan standar EUDR tanpa mempertimbangkan kapasitas mereka untuk beradaptasi. Strategi hukum Indonesia perlu menyertakan kebijakan insentif, pelatihan teknis, dan dukungan keuangan untuk petani kecil agar dapat memenuhi standar ISPO dan RSPO tanpa terjatuh ke dalam krisis ekonomi. Penelitian yang menyebutkan bahwa kebijakan EUDR berpotensi menyebabkan kontraksi ekspor dan penurunan PDB menunjukkan bahwa kegagalan menghadirkan solusi yang adil akan berbuntut pada kerentanan struktural di dalam negeri. Dengan kata lain, kebijakan hukum yang baik bukan sekadar memenuhi keharusan eksternal, tetapi juga menciptakan ketahanan ekonomi domestik yang berkelanjutan.

Di tengah kompleksitas geopolitik, di mana Uni Eropa berdalih bahwa larangan ini bertujuan melindungi lingkungan, tetapi kenyataannya juga menampung kepentingan industri pertanian lokal yang ingin mengurangi ketergantungan pada sawit impor, Indonesia harus menjawab dengan kekuatan hukum dan diplomasi yang tegas namun konstruktif. Strategi hukum yang efektif bukan hanya tentang menolak, tetapi tentang membuktikan bahwa sawit Indonesia dapat dikelola secara berkelanjutan, transparan, dan berkeadilan. Dalam hal ini, keterlibatan akademisi seperti Wahyu Fahmi Rizaldy bukan hanya penting untuk menyusun kajian teoritis, tetapi juga menjadi penggerak utama dalam membangun blueprint hukum keberlanjutan sebagai jawaban akademik dan praktis atas tantangan global. Dengan pendekatan yang terintegrasi—melibatkan kebijakan hukum, teknologi, institusi, dan inklusi sosial—Indonesia tidak hanya dapat menghadapi penolakan ekspor CPO Uni Eropa, tetapi juga mengubah kondisi ini menjadi momentum untuk memperkuat posisi hukum dan keberlanjutan industri sawit nasional di pasar global. Jika berhasil, Indonesia tidak hanya menyelamatkan ekonomi, tetapi juga menjadi teladan dalam menjalankan keterpaduan antara hukum nasional dan komitmen global. (WFR)

Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
Berita Terkait

MOHON DIBACA SEBELUM MENULIS BERITA

Berikut ini beberapa hal yang perlu dipertimbangkan saat menulis Berita :

- Perhatikan hukum:

Pastikan informasi yang Anda bagikan legal dan tidak mendukung ujaran kebencian, diskriminasi, kekerasan, atau aktivitas berbahaya lainnya.

 

- Hargai privasi:

Jangan bagikan informasi pribadi tentang orang lain tanpa persetujuan mereka. Ini termasuk nama, alamat, nomor telepon, dan detail sensitif lainnya.

 

- Pertimbangkan

dampaknya: Pikirkan tentang bagaimana kata-kata Anda dapat memengaruhi orang lain. Meskipun sesuatu secara teknis legal, itu mungkin menyakitkan atau menyinggung.

 

- Verifikasi informasi:

Sebelum membagikan informasi, terutama berita atau rumor, pastikan itu berasal dari sumber yang dapat dipercaya.

 

- Bertanggung jawab: Bertanggung jawablah atas informasi yang Anda bagikan. Bersiaplah untuk menjelaskan alasan Anda dan bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang mungkin terjadi.

Ingat, membangun komunitas daring yang aman dan saling menghormati adalah tanggung jawab semua orang. Mari kita gunakan kebebasan berekspresi kita dengan bijak!