Editorial, Kamis, 27 November 2025
Dalam dinamika hubungan antara Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku saat ini, pernyataan Tegas Tukuboya sebagai kader Gerindra menjadi penanda komitmen politik yang kokoh. Ia menegaskan bahwa seluruh jajaran Partai Gerindra—mulai dari pengurus pusat, wilayah, kabupaten/kota hingga tingkat desa—siap mengawal dan mengamankan setiap kebijakan Gubernur Hendrik Lewerisa hingga tuntasnya masa pengabdian beliau sebagai gubernur. Sikap ini bukan sekadar dukungan politik, tetapi wujud kedisiplinan struktural terhadap garis komando partai serta penghormatan terhadap sistem ketatanegaraan.
Tukuboya dengan lantang menegaskan bahwa tugas, wewenang, dan kewajiban gubernur maupun wakil gubernur sesungguhnya telah diatur dengan sangat jelas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 65 ayat (1), disebutkan bahwa “Kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat, serta melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Pasal ini menegaskan bahwa gubernur adalah pemegang kendali utama jalannya roda pemerintahan di daerah.
Sementara itu, Pasal 66 ayat (1) menyatakan bahwa “Wakil kepala daerah mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, mengoordinasikan kegiatan perangkat daerah, hingga memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan.” Dengan demikian, konstitusi sudah memberi batas-batas yang jelas: gubernur adalah pengambil keputusan strategis tertinggi, sementara wakil gubernur memiliki fungsi pendukung, koordinatif, dan evaluatif.
Narasi ini penting untuk ditegaskan di tengah dinamika yang mengemuka. Bahwa perbedaan sikap atau ketegangan internal bukanlah alasan untuk mengganggu jalannya pemerintahan. Justru di sinilah diperlukan kedewasaan politik, disiplin struktural, dan kesetiaan kepada kerangka hukum yang berlaku. Partai Gerindra melalui pernyataan Tukuboya ingin menegaskan bahwa stabilitas pemerintahan Maluku berada di atas kepentingan kelompok maupun individu.
Sikap kolektif untuk “mengamankan semua keputusan gubernur” menunjukkan bahwa Gerindra memilih berdiri pada kepastian hukum, bukan pada opini. Pada kewajiban menjaga kewibawaan pemerintahan, bukan pada manuver politik sesaat. Dan pada komitmen mengawal Gubernur Hendrik Lewerisa hingga akhir masa jabatan, bukan pada kekisruhan yang menghambat pelayanan publik.
Dengan landasan hukum yang tegas, struktur partai yang solid, serta komitmen moral kader seperti Tukuboya, harapan masyarakat Maluku terhadap pemerintahan yang stabil, produktif, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat dapat terus dijaga. Editorial ini sekaligus menjadi pengingat bahwa demokrasi yang sehat tidak hanya dibangun oleh suara, tetapi juga oleh ketegasan untuk menaati hukum dan menjaga kehormatan jabatan.(AS)