mediaistana.com
Oleh: Andi Purnama, Pengamat Kebijakan Publik dan Pembangunan
Kasus rusaknya plengsengan di Perum Griya Permata Husada, Kelurahan Pengantigan, Banyuwangi, bukan sekadar proyek gagal. Ini alarm keras atas bobroknya tata kelola proyek konstruksi di tubuh Pemkab Banyuwangi. Bukan hanya soal kualitas bangunan yang jauh dari standar, tapi juga tentang kemungkinan besar adanya praktik korupsi berjamaah, dari perencanaan hingga pelaksanaan.
Proyek yang dibiayai uang rakyat ini dibangun asal-asalan. Alih-alih menggunakan batu dan semen sesuai spesifikasi, pelaksana justru menumpuk tanah liat. Hasilnya? Plengsengan nyaris roboh. Warga sekitar terpaksa bergotong royong melakukan perbaikan swadaya demi mencegah bencana yang lebih besar. Miris.
Kini, salah satu warga terdampak resmi melaporkan dugaan korupsi proyek ini ke Mapolresta Banyuwangi. Langkah berani ini membuka tabir kelam praktik proyek-proyek pemerintah yang selama ini ditutup rapat. Jika polisi serius menelusuri, ini bisa menjadi kotak pandora, membongkar jaringan kongkalikong proyek dari hulu ke hilir.
Masalahnya bukan hanya di kontraktor. Bukan cuma pelaksana di lapangan yang harus diperiksa. Justru pertanyaan besarnya: siapa yang menyusun anggaran? Siapa yang mengawasi? Siapa yang menyetujui pembayaran? Konstruksi rapuh itu dibayar lunas dengan dokumen palsu atau audit formalitas? Ini yang harus diusut.
Skandal ini menyingkap praktik yang diduga lazim: pengadaan proyek jadi bancakan. Isu ijon proyek sudah jadi rahasia umum. Apalagi menjelang kontestasi politik, proyek sering dijadikan sumber logistik terselubung. Tak heran kalau defisit anggaran ikut membuntut. Rakyat cuma kebagian proyek rongsokan.
Jika penegak hukum hanya menyisir operator lapangan dan mengorbankan satu dua staf teknis, publik harus curiga. Kejahatan anggaran tak lahir dari tukang batu. Ia lahir dari meja rapat, dari pena pejabat, dan dari tanda tangan di atas kertas kontrak.
Jangan biarkan proyek plengsengan ini ditutup begitu saja. Kasus ini harus dibongkar habis. Semua yang terlibat, kontraktor, pengawas, PPK, hingga aktor intelektualnya, harus diseret ke meja hukum. Rakyat butuh keadilan, bukan drama proyek tambal sulam.