Mediaistana.com-
BANYUWANGI, Layanan pajak di Mall Pelayanan Publik (MPP) Banyuwangi mendadak tutup lebih awal, Kamis (31/7/2025). Hal ini lantaran sejumlah aparatur dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dikerahkan untuk mengikuti kegiatan Tour de Banyuwangi Ijen (TDBi) 2025. Akibatnya, pelayanan Pajak Daerah Lainnya (PDL) hanya beroperasi hingga pukul 11.00 WIB, membuat sejumlah warga kecewa karena tak bisa mengurus kewajiban perpajakan secara normal.
Tim investigasi media ini mendapatkan konfirmasi langsung dari petugas Perizinan Mall Pelayanan Publik Banyuwangi.
“Sebagian pelayanan pajak di Bapenda (pelayanan pajak daerah lainnya / PDL) tutup pukul 11.00, mengikuti kegiatan tim hore-hore Bapenda dalam rangka TDBi 2025 di rute hutan Erek-erek. Sedangkan pelayanan PBB tetap buka seperti biasa. Mohon maklum,” demikian informasi yang disampaikan petugas tersebut.
Situasi ini langsung menyulut reaksi publik, termasuk dari kalangan penggiat masyarakat sipil.
“Mobilisasi ASN… kudu onok sing ngurus pajak iku (harus ada yang urus pajak itu),” komentar pedas disampaikan Junjung Subowo dan Risky Kurniawan, aktivis senior Banyuwangi, menyentil kondisi layanan publik yang kosong karena prioritas diarahkan pada kegiatan non-pelayanan.
Menanggapi hal ini, Kepala Bapenda Banyuwangi, Syamsudin, memberikan klarifikasi bahwa layanan seharusnya tetap berjalan seperti biasa.
“Layanan tetap jalan, Pak. Tadi pagi saya instruksikan layanan tetap jalan. Hanya sebagian personil kantor yang ditugaskan naik ke Ijen,” ujar Syamsudin saat dikonfirmasi media ini.
Namun, fakta di lapangan menyebutkan sebaliknya. Warga menyaksikan pelayanan PDL benar-benar tidak aktif pasca pukul 11.00 WIB. Bahkan di tempat lain seperti Samsat Benculuk, pelayanan disebut sudah tutup lebih awal dengan alasan akhir bulan.
Situasi ini menimbulkan kritik tajam dari berbagai kalangan. Hakim Said, S.H., Ketua Rumah Advokasi Kebangsaan Banyuwangi, menyatakan bahwa keputusan menutup layanan demi kegiatan pariwisata adalah pelanggaran terhadap prinsip dasar pelayanan publik.
“Ini pelanggaran prinsip pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009. Pelayanan publik tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan promosi wisata atau seremoni. Apalagi kalau berdampak langsung ke hak-hak warga,” tegasnya.
Ia menambahkan, mobilisasi ASN tanpa dasar urgensi pelayanan publik bisa masuk kategori pelanggaran administratif dan etika birokrasi. “Bukan sekadar soal tutup lebih awal. Ini mencerminkan manajemen ASN kita masih mengabaikan pelayanan dasar rakyat. Pemkab harus evaluasi. Tidak semua event harus dikorbankan dengan meninggalkan meja pelayanan,” ujar Hakim.
Atas kejadian ini, Rumah Advokasi Kebangsaan mendesak Ombudsman RI dan DPRD Banyuwangi agar melakukan evaluasi dan audit terhadap sistem manajemen ASN, khususnya di perangkat strategis seperti Bapenda. “Urusan pajak itu serius. Kalau gara-gara ‘tim hore’, pelayanan berhenti, rakyat yang rugi. Ini harus segera ditertibkan,” pungkasnya.